Presiden SBY-JK Digugat Empat LSM

Kamis pagi (19/6), empat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), dan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS), menggugat pemerintahan SBY-JK ke pengadilan. Gugatan Kamis pagi (19/6) didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebelum ke pengadilan, massa dari empat LSM itu akan melakukan demo anti merokok di depan Istana Negara. “Berkas gugatan akan disampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 10.30 WIB,” ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dihubungi Harian Terbit, Kamis pagi (19/6).

Menurut mereka, gara-gara rokok, rakyat menderita. Selain berdampak pada kesehatan dan menyebabkan kematian, mengonsumsi rokok juga telah merugikan ekonomi rumah tangga sebesar Rp 105 triliun. Penderitaan rakyat ini akibat kelalaian dan masalahnya tidak direspon dengan baik oleh pemerintahan SBY-JK.

Sementara itu, kalangan DPR mendukung gugatan yang disampaikan empat LSM itu. “Saya mendukung gugatan itu, karena pemerintah selama ini ‘cuek’ terhadap bahaya merokok, padahal korban rokok itu adalah rakyat miskin. Jadi, pemerintah gagal menyelamatkan rakyat miskin,” kata Anhar.

Anhar malah curiga, enggannya pemerintah menutup perusahaan rokok akibat adanya kepentingan sesaat dari kelompok tertentu dan ok-num pejabat. “Tentu mereka memetik keuntungan dari adanya pabrik rokok. Malah saya curiga pabrik rokok menjadi ‘mesin uang’ partai politik tertentu,” ujar dia.

Pada kesempatan terpisah, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Dra Maryamah Nugraha Besoes menyebutkan, harus ada win-win solution mengenai masalah ini. Misalnya dengan mengurangi kadar nikotin rokok seperti yang dila-kukan negara-negara maju.

“Kalau pabrik rokok ditutup berarti bertambahnya pengangguran dan menambah angka kemiskinan serta hilangnya pendapatan negara yang begitu besar dari perusahaan rokok. Bila dibiarkan, dampaknya adalah terhadap rakyat. Jadi, harus dijadikan solusi yang tepat. Artinya, pemerintah tidak kehilangan pemasukan dan rakyat juga selamat dari bahaya merokok,” kata dia.

Hal sama dikatakan anggota Komisi II DPR, Hj Mustokoweni Murdi SH, menurutnya, tugas pemerintah adalah melakukan sosialisasi mengenai bahaya merokok. Diikuti atau tidak, itu berpulang kepada para perokok. “Kalau dilarang begitu saja juga tidak bisa karena ini menyangkut hak asasi,” kata dia.

Lebih lanjut Tulus mengatakan, rokok erat kaitannya dengan kemiskinan dan berdampak buruk pada kesehatan. Data tahun 2001 menunjukkan, merokok telah merugikan ekonomi rumah tangga Rp 105 triliun. “Merokok juga memiliki kontribusi terhadap 12 persen kematian di dunia dengan jumlah tertinggi di negara berkembang,” imbuhnya.

Pada 2003, lanjut Tulus, sebanyak 192 negara anggota WHO secara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FTCT). Ini me-rupakan perjanjian kesehatan masyarakat yang pertama untuk melindungi generasi kini dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan, dan ekonomi dari konsumsi tembakau.

“Dan Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum menandatangani FCTC ini,” pungkas Tulus.

Tulus membantah pernyataan yang menyebut industri rokok dapat mengentaskan Indonesia dari kemiskinan. “Faktanya sudah sangat jelas, industri rokok sama sekali tidak mengentaskan kemiskinan. karena 70 persen perokok aktif di Indonesia berasal dari keluarga miskin,” ujarnya.

sumber artikel ini dari sini

Tinggalkan komentar